Senin, 30 November 2015

Manusia Tak Lebih Bernilai Dari Sampah

judul yang agak anarkis memang, saat itu aku diminta untuk menjadi pembicara di event up grading salah satu UPK kampus ungu. Panitia menghubungiku lumayan mendadak sehingga aku hanya waktu singkat untukku bersiap. Yah tak apalah kesempatan bertatap muka dengan generasi penerus, meski awalnya agak sangsi dengan diri sendiri karena salah satu peserta sudah menyatakan tak tertarik dengan agenda tersebut dan TOR panitia yang lumayan rumit akhirnya kuputuskan mengangkat tema ini.
Masa akhir organisasi adalah masa jenuhnya mahasiswa dan waktu untuk menyiapkan planning ke depan. Demikian saya sampaikan sedikit ringkasan materi yang saya bawakan :
Yang pertama saya menyepakati tentang definisi "Kesuksesan", banyak pendapat mereka tapi bagi saya sukses sendiri adalah dimana kita bisa memberi arti dan bernilai baik bagi diri kita sendiri juga orang-orang terdekat kita lebih-lebih masyarakat luas. Jika tidak bernilai maka dia tak lebih baik dari sampah. (saat saya mengatakan ini ekspresi mereka kaget). Saya menyapakati hal ini karena ketika kita beda pemahaman tentang kesuksesan maka akan beda pula cara kita menggapainya.
Setelah kita sepaham apa arti sukses itu lalu saya menanyakan lalu apa kesuksesan kalian sebagai mahasiswa? yah tentu beragam jawaban yang akan didapat tapi semua menyepakati bahwa untuk meraih sukses itu kita harus memiliki kualitas, baik hard skill maupun soft skill. Jika berbicara tentang hard skill tentu kita akan terbawa pada satu titik penentu yaitu IPK dan piagam-piagam penghargaan yang lain, tapi berbicara soft skill maka kita tidak akan bertemu pada satu titik.


to be continue

Rabu, 25 Maret 2015

Mukadimah Etika Jamaah



“...lalu apa yang baginda perintahkan kepadaku sekiranya aku menemui keadaan itu? Beliau bersabda, “Hendaklah kalian komit dengan Jama’tul Muslimin dan Imam mereka”. Aku bertanya, “Jika mereka tidak memiliki jama’ah dan imam?” Beliau bersabda, “Tinggalkan firqoh-firqoh itu semuanya, sekalipun kamu harus menggigit akar pohon.” (HR.Bukhori).
Dewasa ini, kita berada pada jaman dimana Islam memiliki satu jama’ah dan satu Imam sebagaimana jaman Kekholifahan Rosululloh dan para sahabat dahulu. Islam kemudian terpecah belah. Lalu bagaimana kita seharusnya dalam beragama? Jawabnya kita tetap mesti berjama’ah sebagaimana sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad.
“Aku wasiatkan kepada kalian (agar mengikuti) para sahabatku kemudian generasi berikutnya kemudian generasi berikutnya... Kalian harus berjama’ah. Waspadalah terhadap perpecahan, karena sesungguhnya setan bersama orang yang sendirian, dan ia (setan) akan lebih jauh dari dua orang. Barang siapa menginginkan bau wangi surga maka hendaklah komit dengan jama’ah”. (HR. Tirmidzi)
Jamaah yang dimaksud disini adalah sekumpulan kaum Muslimin yang berjuang memiliki agenda kerja dan tujuan yang sama. Mereka memiliki manhaj yang benar yang diambil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di masa sekarang, secara Internasional ada beberapa jamaah islam (jamaatul minal muslimin). Semuanya bermuara pada jamaatul muslimin. Dan sebagaimana pesan Nabi agar kita meninggalkan firqoh-firqoh yang akan memecah belah umat maka kita perlu memahami dan mengamalkan Etika Jamaah. Etika atau adab dalam konteks perseorangan maupun jamaah juga merupakan bagian dari kesempurnaan iman dan akhlaq.
Mencampakan etika dalam dakwah bagi sebuah jamaah ibarat memberi penyakit cacar/campak pada organ tubuh manusia”.
(lebih lengkap silahkan baca buku Etika Jamaah karya Nur Ahmad)