Jumat, 16 September 2011

celah di sudut ukhuwah

Buliran air mata kembali menghiasi wajah sayuku, entah berapa kali hari ini aku menangis, aku terlalu kasihan pada diriku. Bahkan untuk menghulurkan senyum simpulpun aku tak sanggup. Aku tersadar dari tidurku penuh dengan linangan air mata. Sayup ku dengar teman-teman wisma membaca al-ma’tsurat, tapi tak sedikitpun mampu masuk relung hatiku. Bahkan bertambah isak tangisku. Entah betapa banyak luka yang kudapat saat ku tapaki jalan ini. Benar-benar aku merasa sendiri. Sering ku teringat saat-saat dimana hari-hariku dipenuhi senyuman, kehadiranku sungguh menjadi berarti saatku bersama sahabat-sahabatku. Zaza, Sonia, ina, xxxx, ruhaa, betapa aku merindukan mereka. Ketulusan persahabatan yang dihulurkan tak pernah menagih balasan kasih sayang yang sama. Tiap kali pertemuan begitu dirindukan bahkan masih disambung sms-sms nasehat yang lembut sehingga membuatku merasakan kelembutannya.
            Sekarang aku tak tahu kabar mereka kecuali xxxx karena kami masih satu kampus. Beberapa sms kadang kukirim untuk mereka tapi entah kenapa kadang bahkan sering tak berbalas, apakah duniaku kni berbeda dengan dunia mereka. Sempat sesekali mereka mengirimkan nasehat dan menanyakan kabarku, tapi aku tak sempat membalas sms mereka. Mungkin waktu itu mereka membutuhkan teman bercerita tapi tak ada. dan aku pun dengan teganya tak memberikan kesempatan pada mereka. Kini hanya sahabat kecilku yang masih bisa aku hubungi, sayang ia seorang ikhwan sehingga banyak batasan yang harus aku jaga. Kini benar-banar aku merasa sendirian, tak satu orangpun yang benar-benar bisa untuk tempatku berbagi, sesekali aku coba ceritakan pada teman-teman di semarang tapi tak ada respon yang kudapat bahkan kadang ada yang reaktif menganggapnya sebagi keluhanku terhadap sesuatu hal yang justru membuatku semakin terbebani dan terlukai. Huluran kasih sayang yang murni saya rasa tidak ada, semua punya motif. Tak ada keterjalinan hati disana, hanya ada tuntutan atas sebuah keteraturan. Jika mau tinggal silahkan siapkan keluasan hati untuk terlukai.
            Awalnya aku kira ia benar-benar sayang padaku, ia menunjukkan kemarahannya saat menurutnya aku salah karena aku kadang masih sering minta pendapat sahabat kecilku yang memang lebih aku percayai. Aku menyesal dan berusaha untuk mengalihkannya pada teman-teman akhwat disini tapi hanya emosi, benci dan keegoisan yang aku rasakan. Dan membuatku tak lagi selembut yang dulu, kata-kata yang kudengar selalu menghujam hati bahkan menyayat hati yang mendengarnya, sehinga kuputuskan untuk lebih banyak terdiam. Karena tanpa kusadari aku pun kini seperti itu, tak ada lagi kepekaan dan perhatian untuk mereka,semua focus pada diri masing-masing begitu pula aku. Mungkin hingga kutemukan seorang yang berhati lembut yang siap mengajariku sebuah kata indah bernama persahabatan.
            Aku ingin menyambut kawan-kawanku sekarang dengan senyumku yang dulu, yang benar-benar setulus kasih. Tapi kini bahkan senyum itu untuk diriku saja tidak ada apalagi untuk yang lain. Terkadang aku bisa melupakan semua kelukaan itu dan mencoba tersenyum. Tapi senyumnya pun hampa seperti isi hatiku sehingga tak mampu menyentuh hati siapapun.
            Ku mohon kembalikan senyuman lembut itu, sederhana tapi penuh arti, yang tak membuat orang berprasangka, karena aku capek dengan semua prasangka itu. Aku hanya manusia biasa, yang ingin bangkit kembali yang mencari rona semangat untuk mempercayai jalan ini, tapi ternyata ujian treberatnya adalah kalian saudariku, yang kuharapkan sebagai penyokongku, justru yang membuatku malas untuk meneruskan jalan ini kedepan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar