Kamis, 26 April 2018

Dia Istri Ayahku, bukan Ibuku

Boleh aku pakai cerita mbak untuk referensi" begitu wanita berkaca mata sampaikan padaku. 
"Silahkan, selama itu bermanfaat." ucapku sembari berfikir layakkah langkahku ini dijadikan referensi yg lain. Tapi setidaknya hari itu aku merasa bahwa bukan aku saja yg diuji dengan orang asing yg tetiba saja dimasukkan dalam hidup oleh ayah dan  dgn paksa harus menyebutnya "ibu". 
Yup, ibu tiri. 
Aku masih ingat dulu waktu kecil ikut menangis saat menonton atau ikut menyanyi film legendaris " kejamnya ibu tiri" yang dibintangi Elvy sukaesih. Dan sekarang itu yg aku hadapi. Tidak sekejam yang di tv itu tentunya. 
Biasa saja, tapi tak akan pernah ada kenyamanan disana jika kita tak mampu menciptakannya sendiri. 
Dan aku yakin, bahwa kita adalah seorang pembelajar dan adaptor yg baik. Kali pertama pulang, tiada hari tanpa air mata tertumpah dengan diiringi isakan ataupun bahkan jeritan. 
Setiap yang kurasa dekat kumintai pendapat, aku tahu semua ingin membantu tapi terasa hanya sekedar basa basi, karena mereka tak di posisiku... Sekedar ucapan " Yg sabar ya, semoga lebih baik kedepannya." atau ada pula yg menyarankan " kamu yg harus jadi orang baik, harus begini, harus begitu, coba begini, coba begitu", satu waktu aku mencobanya tapi rasa sakit tetap saja hanya aku yg rasa. Sampai aku lelah untuk sekedar mencicip rasa sakit, aku juga ingin bahagia dan kuputuskan untuk bahagia dengan caraku. 
Saat itu aku tahu bahwa "menganggap orang asing sebagai ibu adalah kesalahan." kenapa? Karena sebuah hubungan haruslah ada timbal balik. Ketika kita bersikap sebagai anak, sedang si ibu menganggap kita adalah anak dari suaminya, maka tak akan ada keharmonisan yg didapat. Tapi saling menyakiti. Karenanya cukup anggap sebagai "istri dari ayahmu", maka saat itu terbebaslah kita dari tuntutan sebagai anak (bakti dan lainnya), dan yang terpenting kita tak akan terganggu dengan siksaan perasaan, saat istri ayahmu tak memperlakukanmu selayaknya anak. Pun saat ayahmu memilih bahagia dengan keluarganya tanpamu, kau akan berfikir, itu memang tanggungjawab suami terhadap istrinya. 

Dan jika sendirian membuatmu lemah, maka keluarlah carilah komunitas, carilah orang2 yang menyayangimu tanpa syarat. Tapi perlu diingat, memilih lingkungan yg menguatkan kita, baik sekarang atau kedepannya itu perlu, jangan hanya sebagai pelampiasan tak berarti apalagi yg merusak masa depan kita sendiri. 
Karena seluruh hidup kita, itu milik kita, kita pemeran utamanya. Jangan bergantung pada orang lain untuk bahagia, jangan berfikir dengan rusaknya diri kita orang lain yang akan rugi. Tidak, ketika kita rusak, maka yg paling rugi adalah diri kita sendiri. 
Seluruh kejahatan kedzoliman yg orang lain lakukan pada kita tak akan sedikitpun merugikan kita, tapi satu saja kejahatan ataupun kedzoliman yg kita lakukan maka rugilah kita. 
Keep positif, semoga Allah menghitung setiap tetes air mata yang jatuh ataupun tersimpan dengan kebaikan-kebaikan berkelimpahan, dan next episode semoga dipertemukan dgn suasana membahagiakan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar